Beranda | Artikel
Berbakti Pada Kedua Orang Tua
Sabtu, 23 Juli 2022

BERBAKTI PADA KEDUA ORANG TUA

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:

Sesungguhnya berbakti pada kedua orang tua merupakan kewajiban utama bahkan termasuk kewajiban yang paling utama, dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla menggandeng langsung dengan perintah untuk beribadah kepada -Nya semata, yang tiada sekutu bagi -Nya. Seperti yang telah kia ketahui bersama yaitu dalam sebuah ayat dalam kitab -Nya, Allah ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا [النساء: 36]

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan -Nya dengan sesuatu apapun. dan berbuat baiklah kepada dua orangtua”. [an-Nisaa’/4: 36].

Dalam kesempatan lain, Allah ta’ala juga berfirman dengan redaksi yang sama, namun lebih spesifik, yaitu perintah untuk beribadah kepada -Nya lalu digabungkan agar berbakti pada kedua orang tua:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا ٢٣ وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ  [الإسراء: 23-24]

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.[al-Israa’/17: 23-24].

Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan pada kita selaku umatnya, bahwa berbuat baik pada kedua orang tua itu lebih baik dari amalan jihad di jalan -Nya. Sebagaimana dalam kabar yang shahih yang sampai pada kita. Yaitu sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا ». قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ». قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Aku pernah bertanya kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah ta’ala?  Beliau menjawab: “Sholat tepat pada waktunya”. Kemudian amalan apa lagi? Tanyaku kembali. Beliau menjawab: “Berbuat baik pada kedua orang tua”. Lalu apa lagi? Tambahku lagi. Beliau bersabda: “Berjihad dijalan Allah”. HR Bukhari no: 527. Muslim no: 85.

Dalam kesempatan lain beliau juga menjelaskan hal yang sama, sebagaimana riwayat yang disebutkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:

« جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Pernah ada seseorang yang datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk minta di ijinkan pergi berjihad. Maka Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia, jawab orang tersebut. Nabi bersabda: “Pada kedua orang tuamulah hendaknya kamu berjihad”. HR Bukhari no: 3004. Muslim no: 2549.

Sedangkan dalam redaksi yang ada dalam riwayat Abu Dawud dijelaskan, Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuam menceritakan: “Orang itu berkata:

« جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُهُ قَالَ جِئْتُ لِأُبَايِعَكَ عَلَى الْهِجْرَةِ وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ قَالَ فَارْجِعْ إِلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا» [أخرجه أبو داود]

“Aku datang membai’atmu untuk hijrah dan telah aku tinggalkan kedua orang tuaku menangis”. Maka Nabi bersabda: “Kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu bikinlah dia senang sebagaimana engkau telah menjadikan keduanya menangis”. HR Abu Dawud no: 2528. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Abi Dawud 2/480-481 no: 2205.

Jumhur Ulama mengatakan: “Haram hukumnya berangkat jihad jikalau kedua orang tuanya atau salah satunya melarang untuk berangkat dengan catatan keduanya muslim, sebab berbakti pada keduanya hukum wajib ‘ain, sedangkan jihad hukum fardhu kifayah, adapun kalau jihadnya adalah wajib bagi tiap orang maka pada saat itu tidak membutuhkan ijin keduanya lagi”. [1]

Seorang ayah keutamaannya, seperti disebutkan dalam riwayat Tirmidzi, seperti tengah-tengah pintu surga. Seperti dalam haditsnya Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, bawah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوْ احْفَظْهُ» [أخرجه الترمذي]

“Seorang ayah ialah tengah-tengah pintu surga, terserah kalau kamu ingin, sia-siakan pintu tersebut atau kamu merawatnya”. HR at-Tirmidzi no: 1900. Beliau berkata hadits shahih.

Bahkan dikabarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa allam akan merugi bagi siapa saja yang mendapati kedua orang tuanya sampai tua lalu tidak menjadikan dirinya masuk surga. Seperti dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ » [أخرجه مسلم]

“Sungguh sangat merugi”, dan beliau mengucapkan tiga kali. Maka ditanyakan pada beliau: ‘Siapa wahai Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam? Beliau menjawab: “Orang yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah satunya sampai tua kemudian tidak menjadikan dirinya masuk surga”.  HR Muslim no: 2551.

Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla juga telah mengabarkan dalam firman -Nya bahwa salah satu sifat yang dimiliki oleh para Nabi -Nya ialah berbakti pada orang tuanya. Seperti yang Allah Shubhanahu wa ta’alla sebutkan dalam salah satu ayat -Nya tentang Nabi -Nya Yahya, Allah ta’ala berfirman:

وَّبَرًّاۢ بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا [ مريم: 14]

“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka”. [Maryam/19: 14].

Dan menceritakan tentang Isa putera Maryam:

وَّبَرًّاۢ بِوَالِدَتِيْ وَلَمْ يَجْعَلْنِيْ جَبَّارًا شَقِيًّا [ مريم: 32]

“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka”. [Maryam/19: 32].

Kemudian, hak yang ada pada seorang ibu juga sangat jelas, bahkan dijelaskan dalam hadits yang mana lebih agung dari seorang ayah, dimana kedudukannya berada setelah hak Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya. Seperti yang tercantum dalam firman -Nya:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ [ لقمان: 14]

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya”. [Luqman/31: 14].

Lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan alasannya kenapa, yaitu dorongan bagi anak-anaknya untuk memperhatikan wasiat yang Allah Shubhanahu wa ta’alla berikan setelahnya, yaitu dalam lanjutan ayat ini:

حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ [ لقمان: 14]

“Ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah”. [Luqman/31: 14].

Yaitu lemah serta serba payah yang bertumpuk-tumpuk, mulai dari payahnya mengandung, ketika melahirkan kemudian merawatnya dan menyusui sebelum dirinya dewasa. Seperti yang Allah Shubhanahu wa ta’alla gambarkan dalam firman -Nya:

وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ [لقمان: 14]

“Dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kalian kembali”.[Luqman/31: 14].[2]

Dalam sebuah hadits disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: “Pada suatu ketika ada seseorang yang datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sembari bertanya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku gauli dengan baik? Beliau menjawab: “Ibumu”. Kemudian siapa lagi? Tanya kembali. Beliau menjawab: “Ibumu”. Lalu siapa lagi? Tambah lagi. Beliau menjawab: “Ibumu”. Kemudian siapa lagi? Tanya lagi orang tersebut. Nabi menjawab: “Baru ayahmu”. HR Bukhari no: 5971. Muslim no: 2548.

Diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dan Ibnu Majah sebuah hadits dari Mu’awiyah bin Jahimah radhiyallahu’anhuma. Beliau mengkisahkan:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أن جاهمة السلمي جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله إني كنت أردت الجهاد معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة . قال: ( ويحك أحية أمك  ) قلت نعم . قال : ( ارجع فبرها ). في لآخر الحديث: قال : « ويحك الزم رجلها فثم الجنة» [أخرجه النسائي]

“Jahimah pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya: “Ya Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sungguh aku ingin sekali berangkat jihad bersamamu, yang aku ingin mengharap wajah Allah Shubhanahu wa ta’alla dan surga dengan amalan itu. Beliau bertanya balik: “Celaka kamu, apakah ibumu masih hidup? Ia, jawabnya. Beliau berkata: “Kembalilah pada ibu lalu berbakti padanya”. Dan disebutkan pada akhir hadits: “Celaka kamu, penuhilah kakinya (berbakti padanya) maka engkau akan mencium surga”. HR an-Nasa’i no: 3104. Ibnu Majah no: 2781. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan an-Nasa’i 2/651 no: 2908.

Mempergauli kedua orang tua dengan cara yang ma’ruf merupakan wasiat yang Allah Shubhanahu wa ta’alla cantumkan dalam kitab suci -Nya, walaupun kedua orang tuanya tersebut beda agama. Agar semakin jelas perhatikan firman Allah Ta’alla berikut ini:

وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ  [ لقمان: 15]

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada -Ku”.  [Luqman/31: 15].

Hal itu juga diterapkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala di tanya oleh para sahabatnya, disebutkan dalam shahih Bukhari dan Muslim sebuah hadits dari Asma binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:

« قَدِمَتْ عَلَىَّ أُمِّى وَهِىَ مُشْرِكَةٌ فِى عَهْدِ قُرَيْشٍ إِذْ عَاهَدَهُمْ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدِمَتْ عَلَىَّ أُمِّى وَهْىَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّى قَالَ « نَعَمْ صِلِى أُمَّكِ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Ibuku pernah datang berkunjung kepadaku sedangkan dia seorang yang masih musyrik, pada zamannya Quraisy. Maka aku datang kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta pendapatnya. Saya katakan padanya: “Dan ibuku ingin untuk dikunjungi, apakah boleh aku menyambung hubungan dengannya? Beliau menjawab: “Ia, sambunglah hubungan bersama ibumu”. HR Bukhari no: 2620. Muslim no: 1003.

Seberapa besar upaya, tenaga, bantuan atau apapun jenisnya dari bentuk kebaikan, tetap saja seorang anak belum mampu mengembalikan kebaikan kedua orang tua padanya. Hal itu, seperti yang disinggung dalam sebuah hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ يَجْزِى وَلَدٌ وَالِدًا إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ » [أخرجه مسلم]

“Tidak akan mungkin seorang anak mampu membalas (kebaikan) orang tuanya sampai sekiranya ia menjumpai orang tuanya menjadi hamba sahaya lalu ia membeli dan membebaskannya (baru mencukupinya)”. HR Muslim no: 1510.

Cukup sebagai pemecut bagi kita untuk segera berbakti pada kedua orang tua, kalau fadhilahnya sampai menjadikan ridho Allah Shubhanahu wa ta’alla berada pada ridho kedua orang tua. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dari haditsnya Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « رضي الرب في رضى الوالد وسخط الرب في سخط الوالد » [أخرجه الترمذي]

“Ridho Rabb berada pada ridho orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan kedua orang tua”. HR at-Tirmidzi no: 1899. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah 2/44 no: 516.

Durhaka Pada Orang Tua
Perbuatan yang satu ini, sangatlah jauh dari ajaran Islam, sebab durhaka pada orang tua yang telah merawat kita sejak kecil termasuk dosa besar dari dosa-dosa besar yang ada, karena ia dituntut untuk berbuat baik justru sebaliknya dia sama sekali tidak menunaikan haknya serta mengingkari kebaikan yang telah diberikan padanya.

Dan cukup hal itu membikin kita ngeri, kalau Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam saja menggandeng perbuatan nista ini dengan perbuatan syirik, ini menunjukan bahwa perilaku itu termasuk dosa yang paling besar. Lebih jelasnya, perhatikan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ » [أخرجه البخاري و مسلم]

“Maukah kalian aku beritahu diantara dosa besar yang paling besar”. Beliau mengulangi tiga kali. Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam”. Beliau melanjutkan: “Menyekutukan Allah dan durhaka pada kedua orang tuanya”. HR Bukhari no: 2654. Muslim no: 87. Dari sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu.

Lebih mengerikan lagi, kalau dosa durhaka pada orang tua bisa sebagai penyebab pelakunya masuk ke dalam neraka. Sebagaimana dalam musnad Imam Ahmad, dimana beliau menyebutkan sebuah hadits dari Ubai bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا ثُمَّ دَخَلَ النَّارَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ وَأَسْحَقَهُ » [أخرجه أحمد]

“Barangsiapa yang mendapati kedua orang tuanya, atau salah satunya. Kemudian dia masuk neraka setelah kematiannya, maka Allah Shubhanahu wa ta’alla akan menjauhkan dariNya dan membinasakannya”. HR Ahmad 31/373 no: 19027.

Bentuk Berbakti Pada Kedua Orang Tua
Berbuat baik pada kedua orang tua caranya begitu banyak, bisa dengan berkorban menghadirkan kebaikan, berbuat baik dalam ucapan, tingkah laku, atau harta.

Contoh berlaku baik dalam ucapan: Berbicara pada keduanya dengan lemah lembut yang menunjukan penghormatannya. Sedangkan contoh dalam perilaku seperti turun langsung membantu pekerjaannya dengan badan sesuai kemampuanmu, atau membantu  kebutuhan yang diperlukan oleh keduanya, meringankan kebutuhan, mentaati keduanya selagi tidak membahayakan agama atau duniamu. Adapun contoh berlaku baik dengan harta seperti memberi tiap kebutuhan yang diperlukan tanpa pamrih, tidak mengungkit-ungkit pemberiannya, namun dia mengorbankan hartanya dan merasa senang jika pemberiannya diterima dan dimanfaatkan oleh keduanya. [3]

Termasuk bentuk berbuat baik pada orang tua setelah kematiannya ialah mendo’akan kebaikan pada keduanya. Seperti firman Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mengkisahkan Nabi -Nya Nuh ‘alaihi sallam:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ [ نوح: 28]

“Ya Tuhanku! ampunilah aku dan ibu bapakku”. [Nuh/71: 28].

Dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ‘Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ» [أخرجه مسلم]

“Jika seorang insan meninggal dunia maka terputus selurah amalnya melainkan tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholeh yang mendo’akannya”. HR Muslim no: 1631.

Bisa juga dengan bersedekah atas nama keduanya. Sebagaimana hadits yang ada dalam Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan:

« أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ: نَعَمْ » [أخرجه مسلم]

“Pernah ada seseorang yang berkata pada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Sesungguhnya ibuku meninggal secara tiba-tiba, dan aku mengira kalau sekiranya sempat berbicara ia tentu ingin bersedekah, apakah ia bisa memperoleh pahala jikalau aku bersedekah atasnya? Beliau menjawab: “Ia”. HR Muslim no: 1004.

Salah satu cara berbakti setelah kematian keduanya ialah menyambung hubungan baik bersama teman-temannya dulu. Diriwayatkan oleh Imam Muslim sebuah kisah dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Bahwa suatu ketika Abdullah bin Umar bertemu dengan seorang arab badui ditengah perjalanan safarnya ke Makah. Maka beliau memberi salam padanya, lalu memberi keledai yang sedang ia tunggangi, imamah yang sedang dipakai untuk menutupi kepalanya ia lepas lalu diberikan pada orang tersebut.

Ibnu Dinar -salah seorang yang menemaninya- berkata: ‘Maka kami tanya pada beliau: ‘Semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi kebaikan padamu. Sesungguhnya mereka hanya orang arab badui, yang sekiranya kalau diberi sudah merasa cukup walau sedikit’. Dan Abdullah bin Umar menjawab: “Sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat dekat Umar bin Khatab, sedangkan aku pernah mendengar langsung dari Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ» [أخرجه مسلم]

“Sesungguhnya berbakti pada orang tua yang paling utama ialah menyambung hubungan dengan keturunan sahabat dekat ayahnya”. HR Muslim no: 2552.

Akhirnya kita tutup kajian kita dengan mengucapkan segala puji hanya bagi Allah Ta’alla Rabb seluruh makhluk. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

[Disalin dari  بر الوالدين Penulis  Syaikh Dr. Amin Abdullah Asy-Syaqawy, Penerjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2013 – 1434]
______
Footnote
[1] Fathul Bari 6/140-141.
[2] Khutbah Fadhilatus Syaikh Ibnu Utsaimin 5/294.
[3] Khutbah Fadhilatus Syaikh Ibnu Utsaimin 5/296-297.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/59143-berbakti-pada-kedua-orang-tua.html